Minggu, 05 Juni 2011

khilafiyah

Dizaman sekarang sering kyai kyai atau ulama begitu kakunya dalam memutuskan sesuatu hukum bahkan cenderung memberatkan padahal mereka tau bahwa di dalam hukum apalagi masalah furu’ itu ada istilah khilafiyah tapi mereka para kyai seakan akan melupakan istilah itu.padahal kita semua tahu bahwa khilafnya para ulama itu menjadikan rohmat bagi seluruh umat.
Sayangnya, seringkali perbedaan pendapat itu justru dilakukan oleh mereka yang tidak punya kapasitas keilmuwan khusus dalam istimbath hukum.
Oleh karena itu mereka dalam memutuskan masalah tidak di dasari oleh dasar dasar hukum atau qoidah qoidah ataupu qiyasan,
Kebanyakan mereka tidak mengerti ilmui kecuali hanya sekedar bertaklid kepada seorang tokoh, atau bahkan hanya mendengarkan cerita bahwa tokoh ini pernah menghukumi seperti ini namun dengan beraninya mencaci-maki para ulama yang berbeda dengan pendapat mereka sambil menuduh mereka ahli bid’ah. Padahal dia sendiri tidak paham apa yang sedang dikatakannya,hanya karena mereka punya santri buanyak pesantren yang besar dan pengaruh yang luas maka dia merasa segala yang di putuskan atau di katakana mereka adalah menjadi hukum pasti yang tidak boleh ada ulamak lain apalagi kyai yg hanya mempunyai santri sedikit untuk menentangnya. Ulama atau kyai yang seperti ini tidak lain adalah muqallid yang jahil serta tidak punya tata adab sebagai ulama.
Bahkan mereka juga tidak tahu bahwa tidak memiliki kapasitas dalam bidang menarik kesimpulan sesuatu hukum mereka tidak sadar mereka belumlah alim dalam hal ilmu fiqih sebagai dasar, ilmu ushul fiqih sebagai metodologi, ilmu mantiq sebagai logika, ilmu qawa’id fiqhiyah sebagai penunjang. Selain itu mereka pun harus memahami ilmu tafsir, ilmu hadits, ilmu lughah arabiyah dengan beragam cabangnya.
Karena hanya orang orang yang ahli atau alim semua ilmu atau kitab tersebut yang bisa menelusuri semua dalil yang berserakan lalu membangunnya menjadi sebuah hujjah dan menarik kesimpulan hukumnya.
Sayangnya, seringkali mereka yang bukan pada kapasitasnya itu berdebat tentang masalah yang mereka tidak menguasainya. Akibatnya mudah diterka, masalah akan semakin rumit di tangan orang yang tidak paham, dan cenderung menyesatkan .
Dan jikalau ada ulama lain yang tingkatan sosialnya lebih rendah dari mereka menentang hukum yang mereka putuskan tersebut dengan berbagai cara bahkan cenderung membabi buta dengan mnghalalkan segala cara dan upaya untu mengebiri kyai kecil tersebut dengan fitnah atau denagn menjatuhkan karakter hanya demi mempertahankan ego mereka dan tidak ingin masyarakat memandang mereka bodoh atau kalah dengan ulama kyai yg derajat sosialnya lebih rendah dari mereka
Sebaliknya, kita bila saksikan bagaimana indahnya para ulama di masa lalu memperbincangkan perbedaan pendapat. Tidak ada caci maki, apalagi saling ejek atau saling tuduh ahli bid’ah. Sebab masing-masing sadar bahwa argumen temannya itu tidak bisa dipatahkan begitu saja. Meski dirinya lebih yakin dengan kekuatan argemumentasi sendiri, tapi tetap saja menaruh hormat yang tinggi kepada pendapat orang lain. Rupanya, semakin tinggi ilmu mereka, semakin tawadhhu’ jiwa mereka.
Tapi bisakah kita meniru ulama ulama yg terdahulu lalu kalau tidak meniru mereka kita akan meniru siapa wahai para kyai….? Dan selama ini siapakah yang kita tiru…………..?
Untuk itu bagi orang awam dalam menyikapi masalh khilafiyah apalagi dalam masalah hukum hendaklah kita pandai pandai memilih manakah yang cocok bagi diri kita ,saudara kita ,keluarga kita dan masyarakat di sekitarnya mampukah kita menjalani nya .

wallahu a'lam bisawab
Romli (alumniep2mt@gmail.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar